IMQ, Jakarta —
Pemerintah telah memutuskan bahan baku baja seperti slag tidak lagi dianggap sebagai limbah.
"Hanya
ada dua negara di dunia yang melihat slag itu sebagai limbah, yakni
Indonesia dan Belgia. Sementara Belgia sendiri sudah tidak ada
industrinya," kata Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita, di
Jakarta, Rabu (12/2).
Berdasarkan penilaian dari Evironment Protection Energy (EPA), slag dari baja dan besi tidak membahayakan.
"Uni
Eropa dan Jepang, slag baja digunakan sepenuhnya untuk proses produksi
ulang yang sejalan dengan konsep circular economy. Jadi, slag baja itu
tidak dianggap sebagai sampah, tetapi bisa digunakan sebagai bahan baku
untuk mendukung circular economy," papar Agus.
Dalam rapat
terbatas (ratas) yang dipimpin Presiden Joko Widodo (Jokowi), juga
diputuskan relaksasi impor untuk scrap logam karena industri dalam
negeri membutuhkannya sebagai bahan baku dan mendukung hilirisasi. Saat
ini, kebutuhan scrap mencapai 9 juta ton, yang dapat mendukung produksi
billet sebesar 4 juta ton per tahun.
"Penggunaan scrap akan
berdampak positif terhadap beberapa aspek, antara lain menghemat defisit
neraca sekitar US$100 per ton," ujar Agus.
Selain itu,
penggunaan scrap juga dinilai akan berdampak positif dengan meningkatnya
daya saing industri hilir karena mendapatkan bahan baku yang lebih
kompetitif serta memperluas peluang kerja.
